Pages

Kamis, 28 Maret 2013

Senja jingga


Senja jingga

Jakarta, 21 Januari 2012
Senja Jingga berlari di tengah derasnya hujan yang membasahi bumi, tanpa mempedulikan dinginnya udara yang menusuk kulit, tanpa mempedulikan bagaimana nafasnya yang mulai tersengal-engal, dan tanpa mempedulikan semuanya. Tentu saja, Senja tahu apa akibat dari semua ini. Tapi, saat ini pikirannya terlalu pusing untuk memikirkan akibat dari semuanya. Yang ia tahu saat ini adalah berlari dan terus berlari, sampai ia merasa tenang.
Senja Jingga bukanlah tipe remaja yang suka  berolahraga. Sejak ia menginjak bangku sekolah dasar dan sampai saat ini –sampai ia menginjak bangku sekolah menengah pertama-  Senja selalu absen saat pelajaran olahraga dan yang bisa di lakukannya saat jam olahraga adalah memandangi teman-temannya yang asyik memainkan bola basket atau bermain bulu tangkis.
Senja tentu tidak berbakat dalam hal berlari dan ini adalah pertama kali dalam hidupnya. Ia berlari dan sakit di dadanya membuatnya tidak bisa menahan semuanya. Hujan masih turun dengan deras saat Senja berhenti di sebuah taman yang basah dan juga sepi. Tidak ada obat, tidak ada siapa-siapa. Oh, sungguh tempat yang bagus untuk pergi dari dunia ini. Yeah, Senja sudah lelah akan semuanya. Kebohongan, rasa sakit ini dan terlebih lagi bagaimana ia lahir di dunia ini.
Bangku kayu panjang di taman itu benar-benar basah. Tidak ada bagian yang kering untuk di duduki. Tapi, siapa yang peduli?. Senja berbaring di bangku itu, merasakan sesak yang sangat di dadanya dan jantung malangnya yang kembali berulah. Kelopak matanya terpejam perlahan, menahan rasa sakit di dadanya dan membiarkan air matanya meluncur bersatu dengan air hujan untuk membasahi wajahnya.
Dan, semua keping-keping ingatan itu berputar. Tidak begitu cepat, sampai ia kembali merasakan sesak di hatinya. Begitu sesak, seakan-akan oxygen di bumi ini menghilang dalam hitungan detik.
-***-
Yogyakarta, 06 Agustus 2009
Sore itu adalah hari terakhir Senja Jingga bertemu dengan Augus Hopes. Di langit senja dengan semburat jingga yang mewarnai langit. Senja dan Augus duduk di bangku taman sembari menatap indahnya langit sore. Senja berusaha keras agar tidak ada air mata yang menghujani wajahnya. Senyum yang begitu di paksakan terukir di wajahnya. Augus Hopes, orang yang selama ini ia anggap sebagai kakaknya sendiri akan pergi.
Begitu jauh, rasanya Senja sudah tak sanggup lagi untuk terlihat tegar di hadapan Augus. “Senja, kakak janji, kakak akan kirim surat ke Senja. Kakak juga akan mengunjungi Senja sesering mungkin”ucap Augus Hopes berusaha menenangkan Senja. Tapi, percuma, jauh dalam hati Senja ia tidak ingin Augus Hopes di adopsi. Ia tidak ingin Augus Hopes pergi jauh darinya. Tapi, di sisi lain, Senja Jingga juga tahu itu adalah keinginan yang egois.
Senja masih menatap langit, ia hanya mengangguk sebagai jawaban ‘ya’. Matanya memupuk air mata yang siap untuk meluncur ke wajahnya. Sampai Augus Hopes menyentuh pundaknya dan membuat tubuh Senja berhadapan dengannya. Membuat Senja tidak bisa menghindari tatapan Augus. Lalu, dengan lembut Augus Hopes memeluk adik yang sangat di sayanginya itu. “kalau Senja mau nangis. Nangis saja, jangan di tahan. Kakak tahu, kamu berusaha menahan tangisan kamu kan?”.
Augus Hopes memang tahu segalanya tentang Senja Jingga. Bulir-bulir air mata mulai turun dari kedua mata Senja. Jujur saja, Senja belum siap untuk kehilangan Augus. Selama ini yang mengerti dirinya hanyalah Augus. Orang yang selalu menjaganya di sekolah adalah Augus. Ia dan Augus bagai jari telunjuk dan jari tengah. Begitu dekat, Senja tak mampu membayangkan hidup tanpa Augus Hopes.
Tapi, Augus selalu memimpikan ini. Augus Hopes selalu berharap ada orang yang ingin mengadopsinya. Dan harapannya terkabul. Bukankah kebahagiaan Augus kebahagiaan Senja juga?. Senja mengusap air mata, menarik oxygen sebanyak mungkin dan menghembuskannya. Bibirnya terangkat membentuk seulas senyum –kali ini senyum yang tulus. Matanya kini menatap mata Augus.
Lalu, tangannya mulai bergerak sebagai ganti mulutnya yang tak mampu berbicara. Dan tentu Augus paham betul tentang bahasa isyarat. ‘aku akan baik-baik saja. Tenang, aku akan selalu tersenyum untuk kakak. Aku akan bahagia. Aku senang jika kakak senang’. Augus Hopes tersenyum lebar dan mengusap rambut panjang Senja. “makasih yah, Senja”.
Sebenarnya, Senja Jingga masih ragu jika ia dapat hidup tanpa Augus Hopes. Tapi, ini kehidupan. Apapun yang akan terjadi, walaupun itu tidak sesuai keinginan hati, kita tetap harus melewatinya jika masih ingin bernafas di dunia.
-***-
Tubuh Senja menggigil hebat, nafasnya sangat tidak beraturan dan Senja yakin wajahnya begitu pucat. Tapi, lagi-lagi Senja berkata pada hatinya, siapa yang peduli?. Tangannya memegang erat dadanya yang kembang kempis. Ini jauh lebih sakit dari biasanya. Jantung lemah ini semakin berulah. Mata Senja melihat ke sekeliling, masih tidak ada siapa-siapa.
Jika ia mampu bersuara, jika saja tubuhnya tidak terlalu lemah. Mungkin, Senja sudah berteriak sekencang-kencangnya. Senja Jingga bukanlah tipe orang yang mudah putus asa untuk menjalani kehidupan. Tapi, kenyataan ini mengubah sekaligus menyakitinya melebihi serangan jantung ini.
-***-
Yogyakarta, 30 September 2010
Sudah setahun lebih Augus Hopes meninggalkan panti asuhan dan juga Senja. Hari demi hari yang Senja lewati kurang berwarna. Kepergian Augus Hopes memberi dampak yang begitu besar dalam hidup Senja. Di sekolah, Senja hanya sendiri, tidak ada siapapun yang menemaninya. Tidak ada  yang mengajakanya ke kantin. Tidak ada yang menemaninya saat jam pelajaran olahraga. Tidak ada Augus Hopes di sampingnya.
Tapi, walaupun begitu Senja berusaha untuk memenuhi janjinya pada Augus Hopes. Senja tersenyum walau jauh dalam lubuk hatinya ia kesepian. Senja berusaha untuk bahagia walaupun hatinya berkata lain. Tidak apa-apa, Senja mampu memenuhi janjinya. Karena Augus juga menepati janjinya pada Senja. Walaupun tidak semuanya.
Augus tidak menampakkan wajahnya di depan Senja sejak hari itu. Tapi, Augus mengiriminya surat  seminggu sekali. Setidaknya, Augus masih memberi kabar pada Senja. Setidaknya, Senja tahu bagaimana keadaan Augus. Setidaknya…
Hujan turun membasahi tanah Yogyakarta dengan deras. Membuat Senja tidak bisa pergi ke taman itu. Membuatnya tak bisa menatap warna jingga di langit senja. Ibu Dewi memanggilnya ketika kedua mata Senja menatap langit yang murung dan betapa kegetnya Senja saat Ibu Dewi mengatakan ada orang yang mau mengadopsi. Senyum Senja mengembang lebar.
Seorang wanita dengan rambut panjang dan lurus berwarna coklat masuk ke dalam ruangan Ibu Dewi. “nah, Senja. Tante Sartika ini yang akan mengadopsi kamu”. Ibu Dewi merangkul wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Wanita yang bernama Sartika itu tersenyum hangat dan mengelus rambut Senja. “halo Senja”sapa Sartika ramah.
Senja menatap Sartika dan tersenyum. Tuhan begitu baik, pikir Senja. Setelah setahun Augus Hopes pergi, Tuhan kembali memberikan seseorang untuk menemani Senja. Dan Senja sangat bersyukur dengan anugerah ini. Ia begitu bahagia, tanpa memikirkan apapun, tanpa menanyakan alasan kenapa Sartika memilihnya. Senja menganggukkan kepalanya dan memeluk Sartika. Oh, pelukan ini lebih hangat di banding pelukan dari Augus.
-***-
“Senja! Senja! Senja!”. Oh, Augus Hopes datang di saat seperti ini. Senja tidak bisa melihat wajah Augus dengan jelas. Oh, Augus, jika saja dia tidak berbohong pada Senja. Seandainya semuanya tidak berjalan seperti ini. Jika saja, ah, semua ini mungkin tidak akan terjadi.
Senja hanya tersenyum getir saat merasakan tangan Augus menyentuh tubuhnya. Saat merasakan perasaan kecewa yang mendalam pada kakaknya Augus. “Senja! Senja! Are you ok? Senja! please, don’t be like this..”. Tangan Augus membawa tubuh Senja ke dalam dekapan Augus Hopes. “Senja, kakak minta maaf. Maaf..”. Senja merasakan hangat itu lagi. Tapi, ini jauh lebih berbeda di banding dulu. Pelukan Augus tidak lagi sehangat dulu. Pandangan Senja kian buram, lalu bagai kilat yang menyambar, semuanya menjadi gelap dalam hitungan detik.
-***-
Jakarta, 30 September 2011
Tepat setahun sudah Senja tinggal bersama Sartika. Hari-hari yang ia lewati bersama Sartika begitu menyenangkan. Senja tak lagi merasa kesepian sejak Sartika datang ke dalam hidupnya. Walaupun Senja masih merasakan kehilangan karena Augus Hopes belum menemuinya sejak sore itu. “Senja, malam ini kayaknya mamah pulang larut. Jadi, nanti Senja langsung tidur aja. Jangan tungguin mamah, ok?”.
Senja mengangguk dan juga tersenyum lebar saat merasakan tangan Sartika yang membelai rambutnya. “Senja, mamah berangkat dulu yah. Bye, sweetheart”. Sartika mengecup kening Senja lalu berjalan keluar meninggalkan Senja. Sartika memang wanita yang sibuk tapi walaupun begitu ia masih berusaha untuk meluangkan waktunya untuk Senja Jingga dan itu membuat Senja semakin menyanyangi Sartika.
Lalu, setelah Sartika pergi dengan mobil Lexus hitamnya, Senja Jingga menaiki tangga rumahnya dan masuk ke dalam kamarnya. Ada sesuatu yang hilang, Augus Hopes. Dia tidak ada dan itu yang hilang dari hari-hari Senja. Augus Hopes tidak lagi mengiriminya surat. Bahkan, janji Augus yang akan menemuinya tidak di penuhi Augus. Terselip rasa kecewa saat memikirkannya.
Senja menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha sekeras mungkin agar ia tidak kecewa pada Augus. Pasti ada alasan kenapa Kakaknya itu tidak mengabarinya. Mungkin saja Augus sibuk dengan sekolahnya. Yeah, pasti Augus Hopes sedang sibuk dengan sekolahnya jadi Augus tidak sempat menulis surat pada Senja. Bagaimanapun juga, Augus Hopes, Kakaknya itu sudah mempunyai kehidupan sendiri di London sana.
-***-
Augus Hopes begitu panik ketika kedua kelopak mata Senja Jingga terpejam. Air mata tumpah dan bersatu dengan tetesan hujan di wajahnya. Ini salahnya, Augus tahu Senja adiknya sangat terkejut ketika kenyataan itu terkuak. Menimbulkan bekas luka di hati adik kesayangannya ini. Augus juga tahu seberapa banyak kesalahan yang telah ia lakukan pada Senja. Berawal dari janji yang tak di penuhinya lalu berlanjut dengan kebohongan yang menurutnya harus Augus lakukan. Namun, di balik semua tindakan Augus Hopes, ia mempunyai alasan. Alasan mengapa ia melakukan kesalahan itu. Augus Hopes tidak ingin Senja Jingga terluka.
Dengan tubuh yang menggigil hebat, Augus mengangkat tubuh Senja yang makin kurus di banding sebelumnya. Kakinya berlari menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari taman. Setelah menaruh Senja di jok mobil depan, Augus segera menancap gas. Melaju dengan kecepatan yang mampu membuatnya celaka.
Rasa takut akan kehilangan adiknya kembali menyelimuti hatinya. Adiknya yang malang, adik yang sangat ia cintai, oh, Senja Jingga, Jika Augus dapat mendonorkan jantungnya mungkin sudah sedari dulu Augus melakukannya. Karena, apapun akan Augus Hopes lakukan demi kebahagiaan adik tercintanya.
-***-
London, 06 Agustus 2011
Augus Hopes terdiam di tempatnya. Terkejut, sedih dan takut menyelimuti hatinya kini, membuat keadaan hatinya menjadi kacau balau. Kemarin, kenyataan yang di ketahuinya membuatnya tercengang. Kenyataan bahwa orang yang mengadopsinya adalah orang tua kandungnya. Laki-laki bernama Mark Hopes itu memberitahu kenyataan yang entah harus Augus sikapi seperti apa. Lalu, hari ini kenyataan kembali memukul wajah dan juga hatinya. Augus Hopes terdiam dan mengurung dirinya di kamar.
Vonis yang di berikan Dokter kepadanya membuatnya tak mampu berpikir jernih. Membuat semangat dalam hidupnya sirna sekejap saat vonis itu meluncur dari mulut sang dokter. Lalu, wajah Senja terbayang dan awan-awan juga membentuk wajah adik kesayangannya. Ukiran senyum terukir dengan sempurna di wajah Augus. Senja Jingga, orang yang ternyata adalah adiknya namun berbeda induk.
Entah apa yang harus Augus rasakan saat ini. Bahagia? Atau sedih?. Mungkin, kedua-duanya. Tapi, Apa reaksi Senja jika mengetahui ini?. Apa Senja akan bahagia?. Tapi, berdasarkan penjelasan Ayahnya, Senja dan Augus terlahir dalam suatu hubungan yang salah. Mereka berdua masuk ke dalam dunia karena perbuatan yang di laknat oleh semua orang. Apa Senja akan sedih? Haruskah Augus Hopes memberitahu Senja tentang ini?.
Kedua bola mata hijau Augus menatap langit cerah London dari jendela kamarnya. Mentari bersinar dengan gugup dan gumpalan kapas yang melayang di langit masih membentuk wajah Senja Jingga. Oh, adik yang di kasihinya itu, kira-kira apa yang sedang dia lakukan? Apakah Senja Jingga menanti surat darinya? Apakah Senja merindukannya?. Di sini, di bawah langit dan tanah yang berbeda, Augus Hopes begitu merindukan adiknya itu.
 ‘Augus Hopes, berdasarkan hasil tes, Kau menderita leukemia stadium akhir. Walaupun harapan untuk sembuh begitu kecil. Tapi, jangan putus asa. Mungkin, Tuhan akan memberikan keajaiban untukmu’.
-***-
Cairan berwarna merah tua dan berbau anyir keluar dari hidungnya. Tubuhnya bergetar hebat namun Augus masih menancap gasnya untuk membawa Senja Jingga ke rumah sakit terdekat. Keadaannya saat ini begitu buruk, penyakit terkutuk ini kembali berulah. Augus mengeratkan pegangannya pada stir mobil. Menarik oxygen sebanyak mungkin lalu menghembuskannya.
Tanpa memikirkannya kesadarannya yang mulai menurun, Augus Hopes keluar dari mobilnya, tangan kanannya memegangi tengkuk Senja sedangkan tangan kirinya menopang kaki Senja. Kedua kaki Augus Hopes berlari masuk ke dalam rumah sakit. Sembari berlari, Augus Hopes juga menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh. Pandangan Augus makin kabur, semua di matanya tampak berbayang-bayang.
Augus berteriak pada perawat untuk segera menangani adiknya. “tapi, anda bagaimana? Hidung anda berdarah”sahut perawat itu dan menatapnya. Persetan dengan tubuhnya yang lemah, Augus Hopes tetap menyuruh perawat itu untuk segera menangani adiknya. Lalu, tak lama Senja Jingga di bawa masuk ke dalam Unit Gawat Darurat. Augus tersenyum kecil saat adiknya masuk ke dalam ruangan itu lalu semuanya menjadi gelap sekejap. Augus Hopes sudah tidak mampu menahannya lagi.
---
Sartika dan Mark Hopes sangat panik ketika Senja berlari setelah mendengar penjelasan dari mulut Mark. Di tambah Augus Hopes yang menyusul Senja dalam kondisi yang sangat buruk. Untuk pertama kalinya sejak hari itu mereka ada dalam satu mobil yang sama. Sartika sibuk menelfon teman-teman Senja sedangkan Mark fokus pada jalanan dan memperhatikan sisi jalan. Lalu, mata hijau Mark menangkap mobil Augus berada di depannya. “Tika! Lihat, itu mobil Augus”ujar Mark.
Sartika menoleh ke depan dan menghela nafas lega. Setidaknya, ia sudah menemukan Augus dan mungkin saja Augus sudah menemukan Senja. Mark terus mengikuti Augus dari belakang, rasa cemas, takut dan panik bercampur satu dan membuat keadaannya sangat kacau. Tapi, Mark masih mampu mengontrolnya. Sedangkan Sartika, kepanikan yang menyelimuti dirinya membuat Sartika tak mampu mengontrol dirinya.
Mobil Augus berhenti di depan rumah sakit. Sosok Augus keluar dari mobil dan membawa Senja masuk ke dalam rumah sakit. Air mata Sartika semakin deras mengalir ketika di lihatnya Senja sudah tidak sadarkan diri. “Ya Tuhan…Senja..Senja..”, Sartika mulai terisak lalu sebuah tangan menyentuh pundaknya. Menepuk pundaknya pelan lalu berpindah ke lengannya, menggenggamnya dengan lembut. Sartika menoleh ke arah Mark yang sedang menatapnya. Wajah yang selama ini ia benci sedang bertatapan dengannya. Mata hijau yang selalu ia benci itu sedang menatap Sartika, tatapan yang mencoba untuk menenangkan Sartika.
“ayo, kita susul mereka”, suara Mark begitu tenang walaupun Sartika masih bisa menangkap nada sendu dalam suara Mark Hopes. Sartika hanya terdiam, hatinya kembali bergetar. Sartika tidak menolak ketika tangan Mark menarik tangannya keluar dari mobil dan masuk bersama ke dalam rumah sakit. Genggaman itu membuat Mark Hopes kembali menyesal karena telah menyiakan Sartika, wanita yang dulu sangat mencintainya dan rela memberikan perhiasan berharganya untuk Mark. Sartika kembali merasakan perasaan itu ketika genggaman itu semakin erat. Perasaan yang ia sesali karena ia merasakannya pada Mark Hopes. Pria yang sangat ia benci saat ini.
Mereka berdua melihat tubuh Augus Hopes yang terkapar di lantai dingin koridor. Mark melepas genggaman yang ternyata ia rindukan dan berlari ke Augus Hopes, di ikuti dengan Sartika. “Augus! Augus! Bangun nak, Augus Hopes!”, Mark terus memanggil Augus namun yang di panggil tak kunjung menyahut. Sartika memanggil perawat dan dokter untuk menangani Augus.
Kemudian tubuh Augus di bawa masuk ke dalam Unit Gawat Darurat. Sartika dan Mark menunggu di ruang tunggu dengan cemas. Sesekali mereka melirik satu sama lain kemudian menghela nafas panjang. “aku tahu, ini salahku. Seandainya saja dulu, aku tidak melakukan hal itu..”.
“ya, ini semua salahmu Mark Hopes!”seru Sartika ketus. Mark Hopes menghela nafasnya dan mengingat kembali masa-masa di saat Mark Hopes adalah seorang laki-laki yang jahat.
-***-
Jakarta, 14 Juli 1996
“gugurin saja, kamu tahu kan aku gak mau kalau kamu sampai hamil. Aku akan transfer uang buat..”.
“Sialan kamu Mark Hopes! Demi Tuhan, tega sekali kamu berbuat ini padaku!”.
Tut…tut…tut…
Pembicaraan itu terputus, Mark Hopes menghela nafas lalu mengangkat kedua bahunya dan kembali menikmati musik di bar ini. Tadi, Dewi salah seorang perempuan yang di kencaninya memberitahu kalau dia sedang mengandung janin darinya dan Mark Hopes bukanlah tipe laki-laki yang bertanggung jawab. Mark lebih memilih untuk menggugurkan janin itu di banding membiarkan janin itu tumbuh dan masuk ke dalam dunia ini. Tapi, ternyata Dewi berbeda, dia tidak mau menggugurkan janin itu. Mark Hopes tidak mau ambil pusing dan membiarkan Dewi melakukan sesuka hatinya.
Mata Hijau Mark menangkap seorang perempuan masuk ke dalam bar dengan gugup. Sepertinya perempuan itu baru pertama kali masuk ke dalam tempat seperti ini. Perempuan itu berjalan ke arahnya sedangkan temannya pergi ke arah yang lain. Mata mereka sempat bertemu untuk beberapa detik kemudian perempuan itu mengalihkan pandangannya. Mark Hopes masih memperhatikan perempuan itu lalu tersenyum. Tak buruk, dia cantik dan mungkin bisa menambah daftar wanita yang di kencaninya. “hello”sapa Mark dan perempuan itu pun menoleh.
Tangan Mark terulur ke perempuan itu. “halo, aku Mark Hopes”ucap Mark memperkenalkan dirinya. Mark sudah biasa melakukan ini pada perempuan yang ia anggap menarik. Perempuan itu terdiam sesaat dan tanpa membalas uluran tangan Mark, perempuan itu membalas ucapan Mark. “Sartika”, dan juga tanpa menatap Mark. Perempuan yang menarik, baru kali ini ada yang bersikap seperti ini padanya. Mark terus berusaha untuk mengobrol dengan Sartika. Awalnya gadis itu begitu dingin tapi lama-kelamaan, Mark berhasil membuat perempuan itu tersenyum.
~~~
Lima bulan dan Mark berhasil membuat Sartika jatuh cinta padanya. Sebenarnya, jauh dalam hatinya Mark Hopes merasakan sesuatu yang tak pernah ia alami dengan perempuan lain. Dan kemarin Sartika mau memberikan perhiasaan berharganya untuk Mark Hopes. Tanpa ragu sedikitpun.
 Satu tahun berlalu, Sartika mengabarinya kalau di dalam perutnya sudah tumbuh janin hasil dari perbuatan mereka berdua. Dan seperti apa yang ia lakukan pada Dewi, Mark menyuruh Sartika untuk menggugurkan janinnya dan tanggapan yang ia dapat sama dengan Dewi. Tapi, ada yang berbeda, Mark merasa bersalah pada Sartika. Entah kenapa, Mark Hopes juga tidak mengerti.
Tahun demi tahun berlalu, Umur Mark Hopes semakin bertambah dan ia mengalami rasa penyesalan yang mendalam atas apa yang ia lakukan dulu. Mark teringat Dewi dan segera menghubungi Dewi. Awalnya Dewi tidak ingin memberitahukan apapun kepada Mark namun pada akhirnya, Dewi memberitahukan kalau anak dari Mark ia kirim ke sebuah panti asuhan di Yogyakarta. Nama anak itu adalah Augus Hopes.
Kemudian, Mark mengunjungi panti asuhan yang di beritahukan oleh Dewi. Sebenarnya, Dewi tak tega tapi karena paksaan dari orang tuanya membuat Dewi harus mengirim anaknya ke panti asuhan. Mark melihat anaknya, Augus Hopes, mata mereka sama dan anaknya itu sedang bersama seorang gadis kecil. Wajah gadis kecil itu membuatnya teringat pada Sartika. Tapi, tak mungkin. Terakhir ia mendengar kabar bahwa Sartika sekarang berada di Jakarta.
Mark Hopes mengadopsi Augus Hopes dan membawanya ke London. Augus Hopes adalah anak yang baik dan penurut, membuat rasa penyesalan Mark Hopes semakin dalam. Sampai hari itu, di mana ia tak kuasa untuk menyembunyikan semuanya. Di saat ia tahu, bahwa ternyata gadis kecil yang saat itu bersama Augus ternyata adalah putrinya. Anak dari Sartika. Mark memberitahu Augus dan Augus begitu terkejut. Yeah, Mark sudah dapat menebaknya.
Dan sekarang, Mark harus memikirkan cara untuk memberitahu putrinya yang bernama Senja Jingga.
~***~
18 Juli 1997
Sartika terus merutuki dirinya yang begitu bodoh karena membiarkan perhiasaan yang paling berharga miliknya di renggut begitu saja oleh Mark Hopes dan lebih bodohnya lagi, Sartika tidak menolak dan ragu saat Mark ingin mengambilnya. Terkutuklah dirinya dan jiwa maupun raganya begitu hina. Saat ini, Sartika berada di depan sebuah panti asuhan di Yogyakarta. Menatap buah hatinya yang ia taruh di depan pintu panti asuhan itu. Senja Jingga, itulah nama anaknya. Indah seperti langit Senja dengan semburat jingga yang mewarnai langit.
Air matanya kembali turun, Sartika sungguh terpaksa melakukan tindakan tidak bertanggung jawab ini. Sartika tidak ingin membuat dirinya bertambah hina jika menolak perintah orang tuanya. Yeah, ini semua salahnya. Sartika makin terisak ketika putrinya di bawa masuk oleh seorang wanita yang ia rasa pemilik panti asuhan itu. Kemudian, Sartika membalikkkan tubuhnya dan berlari di antara jutaan air hujan yang jatuh dari langit. Sartika berjanji pada dirinya sendiri, suatu saat nanti ia akan mengambil kembali anaknya.
-***-
21 Januari 2012, Jam enam pagi
Mark Hopes, Sartika, Augus Hopes dan Senja Jingga duduk dalam satu ruangan yang sama. Suasana begitu canggung, Mark Hopes menghirup oxygen lalu menghembuskannya. Bersiap menjelaskan semuanya pada putrinya. Sedangkan Sartika bersiap untuk menerima kenyataan buruk, Senja pasti akan marah padanya. Augus Hopes hanya memandangi Senja, melepas semua rindunya dengan menatap wajah adiknya yang sudah lama tak di jumpanya.
Mark Hopes mulai menjelaskan pada Senja dari awal sampai akhir. Senja hanya diam karena memang dia tak mampu mengeluarkan suara. Seandainya bisa, mungkin dia akan diam. Senja merasakan tubuhnya terjatuh ke dalam jurang dan merasakan sakit yang sangat saat menyentuh tanah. Mengetahui bagaimana ia terlahir dan bagaimana ia bisa berada di panti asuhan itu membuatnya sangat sakit. Senja merasa dirinya tidak di inginkan untuk berada dalam dunia ini. Senja menatap Sartika dan Mark Hopes lalu berlanjut pada Augus Hopes. Kakaknya yang ternyata telah banyak berbohong padanya.
Senja menyunggingkan senyum getir di bibirnya. Augus yang selalu di percayainya, kini membuatnya sangat kecewa. Augus tidak memberitahukannya tentang penyakit yang Augus derita dan juga tentang hubungan Senja dan Augus Hopes yang ternyata terikat oleh darah. Bibir Senja bergetar, Augus Hopes juga tidak memberitahukan bagaimana Senja terlahir ke dunia ini. Selama ini, semua orang membohonginya dan itu yang membuat Senja sangat sakit dan juga sangat kecewa. Senja bangkit dan berlari keluar dari rumah Sartika. Berlari memukul kenyataan yang menyakitkan.
-***-
Yogyakarta, 21 Januari 2013
Mark Hopes dan Sartika berdiri di depan dua pusara di mana Augus Hopes dan Senja Jingga beristirahat dengan tenang untuk selamanya. Mereka meletakkan sebucket bunga tulip putih di atas gundukan tanah yang terhias rumput hijau. Dengan batu marmer yang menjadi tempat nama Senja dan Augus di ukir. Kedua sudut bibir Mark maupun Sartika terangkat. Keduanya sama-sama menatap pusara kedua anak mereka dengan senyum yang terukir  indah di wajah mereka.
Yeah, sekarang kedua anak mereka telah pergi untuk selama-lamanya. Meninggalkan Sartika dan Mark Hopes dengan rasa penyesalan yang mendalam di hati keduanya. Namun, seiring waktu berlalu, Mark Hopes dan Sartika keluar dari keterpurukan mereka. Keduanya mengerti kenapa Tuhan memanggil kedua anak mereka. Selalu ada pelajaran berharga dari hal buruk yang terjadi pada Mark dan Sartika.
Tuhan menyanyangi mahluk-Nya, tak mungkin Tuhan membiarkan Augus Hopes menderita karena penyakit yang di deritanya juga Senja Jingga dengan kondisi jantungnya yang sangat lemah. Sartika dan Mark juga yakin akan rencana indah yang Tuhan siapkan untuk mereka berdua. Mark Hopes menatap ke arah Sartika, menatap wajah yang selalu cantik baginya walau umurnya menua. “Sartika”.
“hmm?”.
“Aku tidak tahu kenapa. Tapi, setiap kali aku melihatmu ada sesuatu yang berbeda”. Mark Hopes menarik oxygen sebanyak mungkin lalu menghembuskannya. Tangannya mengambil sebuah kotak di mana sebuah cincin tersimpan di dalamnya. Mark membuka penutup kotak itu dan sukses membuat Sartika terkejut. “mungkin, ini rencana indah yang Tuhan siapkan. Maukah kau memaafkanku atas masa lalu yang kelam dan menerima aku yang baru sebagai pendamping hidupmu?”.
Jantung Mark Hopes berdetak sangat cepat di banding seekor kuda yang sedang berlari. Sartika menatap cincin di dalam kotak itu. Sartika tersenyum lebar lalu mengangguk dengan pasti. Mark Hopes yang sekarang jauh berbeda dengan Mark Hopes yang dulu. Dan Sartika yakin Mark akan mampu menjaganya juga tidak membuatnya sakit seperti dahulu. Mark Hopes memeluk Sartika ketika kedua matanya melihat Sartika mengangguk. “terima kasih Sartika. Terima kasih, I promise, I won’t hurt you anymore. Thank You so much”. Pelukan itu menghangatkan Sartika, Pelukan yang secara diam-diam ia rindukan kini kembali di rasakan oleh Sartika.
let’s live happily together”.
Rawatlah dan jagalah dengan baik apa yang di berikan oleh Tuhan kepadamu. Terlebih itu seonggok daging yang hidup. Jangan membiarkan mereka terlantar. Jangan membuat mereka bertanya siapa orang tua mereka. Karena, mereka layak untuk hidup bahagia dan merasakan kasih sayang orang tua.
~*S E L E S A I*~HohHojsafjihfsdkjnflsah

What Is Me?

Buat perkenalan biar kalian tau gue siapa kenalin nama gue Juliansyah Jambak kalian bisa manggil gue apa aja Juli, Jambak terserah kalian aja. sekarang sih gue duduk dibangku sekolah menengah pertama tepatnya kelas 2 smp gue penulis gue biasa nulis cerpen atau kalau ada tawaran buat bikin novel mungkin gue bakal nerima tawaran itu menurut gue itu nulis adalah imajinasi jadi disitu gue bisa berimajinasi sesuka gue nulis adalah hidup gue jadi gue gabisa jauh dari yang namanya pulpen sama kertas jadi blog ini gue khususin buat tulisan tulisan gue hasil karya gue terimakasih~ pantengin terus blog gue